Dalam sebuah hadits terdapat penjelasan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai aktifitas bersedekah yang paling utama.
Tidak
semua bentuk bersedekah bernilai utama. Bagi orang yang berusia muda
dan sedang energik tentunya bersedekah memiliki nilai lebih tinggi di
sisi Allah daripada bersedekahnya seorang yang telah lanjut usia,
sakit-sakitan, dan sudah menjelang meninggal dunia.
Untuk itulah Nabi Muhammad Saw memberikan gambaran kepada umatnya mengenai sedekah yang paling utama.
Seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad Saw:
“Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab:
“Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau
sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda
hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si
fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah
menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)
Begitu detilnya Nabi Muhammad Saw menggambarkan ciri orang yang paling utama dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada 4 kriteria:
- Dalam keadaan sehat lagi loba alias berambisi mengejar keuntungan duniawi;
- Dalam keadaan sangat ingin menjadi kaya;
- Dalam keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan
- Tidak dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.
Pertama :
Orang
yang paling utama dalam bersedekah ialah orang yang dalam keadaan sehat
lagi loba alias tamak alias berambisi sangat mengejar keuntungan
duniawi.
Artinya,
ia masih muda lagi masa depan hidupnya masih dihiasi aneka ambisi dan
perencanaan untuk menjadi seorang yang sukses, mungkin dalam karirnya
atau bisinisnya.
Dalam keadaan seperti ini biasanya seseorang akan merasakan kesulitan dan keengganan bersedekah
karena segenap potensi harta yang ia miliki pastinya ingin ia pusatkan
dan curahkan untuk modal menyukseskan berbagai perencanaan dan
proyeknya.
Dengan
dalih masih dalam tahap investasi, maka ia akan selalu menunda dan
menunda niat bersedekahnya dari sebagian harta yang ia miliki. Karena
setiap ia memiliki kelebihan harta sedikit saja, ia akan segera
menyalurkannya ke pos investasinya.
Setiap
uang yang ia miliki segera ia tanam ke dalam bisnisnya dan ia katakan
ke dalam dirinya bahwa jika ia bersedekah dalam tahap tersebut maka
sedekahnya akan terlalu sedikit, lebih baik ditunda bersedekah ketika
nanti sudah sukses sehingga bisa bersedekah dalam jumlah ”signifikan”
alias berjumlah banyak. Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan
sedekah selama masih dalam masa investasi tersebut.
Kedua :
Bersedekah ketika dalam keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya.
Nabi Muhammad Saw
seolah ingin menggambarkan bahwa orang yang dalam keadaan tidak ingin
menjadi kaya berarti bersedekahnya kurang bernilai dibandingkan orang
yang dalam keadaan berambisi menjadi kaya. Sebab bila seorang yang
sedang berambisi menjadi kaya bersedekah berarti ia bukanlah tipe orang
yang hanya ingin menikmati kekayaan untuk dirinya sendiri.
Ia
sejak masih bercita-cita menjadi kaya sudah mengembangkan sifat dan
karakter dermawan. Hal ini menunjukkan bahwa jika Allah izinkan dirinya
benar-benar menjadi orang kaya, maka dalam kekayaan itu dia bakal selalu
sadar ada hak kaum yang kurang bernasib baik yang perlu diperhatikan.
Sekaligus
kebiasaan bersedekah yang dikembangkan sejak seseorang baru pada tahap
awal merintis bisnisnya, maka hal itu mengindikasikan bahwa si pelaku
bisnis itu sadar sekali bahwa rezeki yang ia peroleh seluruhnya berasal
dari Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ar-Razzaq.
Hal
ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun,
misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih
keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh
merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata.
Ia tidak pernah mengkaitkan kesuksesan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.
“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".(QS Al-Qshshash ayat 78)
Ketiga :
Sedekah menjadi utama apabila si pemberi sedekah berada dalam keadaan khawatir menjadi miskin.
Walaupun
ia dalam keadaan khawatir menjadi miskin, namun hal ini tidak
mempengaruhi dirinya. Ia tetap berkeyakinan bahwa bersedekah dalam
keadaan seperti itu merupakan bukti ke-tawakkal-annya kepada Allah.
Ia
sadar bahwa jika Allah kehendaki, maka mungkin sekali dirinya menjadi
kaya atau menjadi miskin. Itu terserah Allah. Yang pasti keadaan apapun
yang dialaminya tidak mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya bersedekah.
Ia
sudah menjadikan bersedekah sebagai salah satu karakter penting di
dalam keseluruhan sifat dirinya. Persis gambarannya seperti orang
bertaqwa di dalam Al-Qur’an:
”...
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS
Ali Imran ayat 133-134)
Keempat :
Nabi Muhammad Saw sangat mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang baru berfikir untuk bersedekah ketika ajal sudah menjelang.
Sehingga digambarkan oleh beliau bahwa orang itu kemudian baru menyuruh
seorang pencatat menginventarisasi siapa-siapa saja fihak yang berhak
menerima harta miliknya yang hendak disedekahkan alias diwasiatkan.
Ini
bukanlah bentuk bersedekah yang utama. Sebab pada hakikatnya, seorang
yang bersedekah ketika ajal sudah menjelang, berarti ia melakukannya
dalam keadaan sudah dipaksa oleh keadaan dirinya yang sudah tidak punya
pilihan lain.
Bila
seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas memilih antara mengeluarkan
sedekah atau tidak, berarti ia lebih bermakna daripada seseorang yang
bersedekah ketika tidak ada pilihan lainnya kecuali harus bersedekah.
Itulah sebabnya Nabi Muhammad Saw
lebih menghargai orang yang masih muda lagi sehat bersedekah daripada
orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru berfikir untuk bersedekah.
Ya
Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa
bersedekah yang paling utama. Terimalah, ya Allah, segenap infaq dan
sedekah kami di jalanMu. Amin ya Robbal 'alamin.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar